Mikroba dan
Lezatnya Seafood
Oleh : Miftahuzzakiyah (
1113016100042 ), Pendidikan Biologi 4B
Dosen : Meiry fadilah noor,M.si
Makanan
laut atau yang sudah famous di telinga masyarakat domestik maupun
mancanegara dengan sebutan seafood merupakan boga bahari yang dioalah
dan dijadikan hidangan favorit. Lezatnya seafood ditambah dengan
diketahui bahwa kandungan proteinnya
yang tinggi menjadikan seafood berada di kelas tengah teratas dari
makanan berkarbo. Selain tinggi protein, seafood juga merupakan sumber
lemak, vitamin dan mineral (seng, zat besi, magnesium dan iodium). Namun, dari
kandungan seafood yang kaya nutrisi tersebut, terdapat mikroba yang
kasat mata, yakni bakteri yang bernama Vibrio sp. Bakteri ini menjadikan
hewan-hewan laut yang dijadikan seafood sebagai inang mereka. Selain
menjadikan hewan laut terutama crustacea menjadi inang dan menyebabkan penyakit
vibriosis, bakteri vibrio sp juga menyebabkan kolera pada manusia.
Dengan demikian, manusia dapat terkontaminasi oleh bakteri Vibrio sp
jika memakan makanan-makanan laut atau seafood.
Bakteri
Vibrio sp merupakan salah satu bakteri patogen yang tergolong dalam famili
Vibrionaceae dan tergolong bakteri gram negatif[1]
.Mayoritas spesies dari genus Vibrio ini adalah bakteri patogen mematikan. Vibrio
alginolitycus (Najiah, 2010), Vibrio harveyi (Poornima, 2012 ), Vibrio
parahaemolyticus, Vibrio fischeri (Shanmuga, 2008), Vibrio
cholera (Candrawati, 2011) kesemuanya adalah menyebabkan kematian pada
inang crustacea, kepiting.[2]
Bakteri dari genus Vibrio terdiri dari 28 spesies. Bakteri ini merupakan
bakteri gram negatif yang memiliki dua membran dengan pemisah peptidoglikan
tipis diantara kedua membran, memiliki lipopolisakarida yang mengandung
endotoksin. Endotoksin merupakan toksin lipopolisakarida yang hanya dimiliki oleh
bakteri gram negatif, berbentuk kokus maupun basil, lipopolisakarida ini
dinamakan endotoksin karena terletak terikat dengan bakteri dan akan dilepaskan
ketika bakteri lisis maupun melakukan penggandaan. Endotoksin lipopolisakarida
ini menyebabkan syok, dan demam[3].
Genus Vibrio berbentuk batang berkepala, seperti tanda koma, dan tidak mampu
untuk membentuk endospore. Bakteri ini adalah penghuni alam air laut. Bakteri Vibrio
sp. adalah bakteri aerob, namun ada beberapa yang aerob fakultatif. Mereka
dapat tumbuh dan berkembang pada rentan pH 6,4-9,6 dengan pH optimum 7,8-8,0.
Mereka juga dapat tumbuh rentan suhu 18 0C-300 C. Pada
uji biokimia, hasil positif pada oksidase dan katalase, kemudian hasil positif
juga pada fermentasi sukrosa dan manitol namun hasil negative pada uji laktosa.


Isolasi
bakteri Vibrio sp menggunakan media Thiosulphate Citrate Bile Salt Agar
(TCBSA). Media TCBS Agar merupakan media sintetik yang dibuat dengan nutrisi
kadar konsentrasi garam tinggi dan memenuhi persyaratan gizi Vibrio sp.
Media ini merupakan media selektif yang memungkinkan pada pertumbuhan bakteri
Vibrio akan bersaing dengan flora usus. TCBS agar mengandung komposisi
diantaranya yeast extract (5 g ),
enzimatik digest dari kasein (5
g ), enzimatik digest jaringan hewan (5 g ), Natrium Sitrat (10 g ), Sodium Tiosulfat Sodium Klorida (10 g ), Ferri Sitrat (1 g ), bromthymol biru (0,04 g ), timol biru (0,04 g ), agar (14 g ). [4] Isolasi
Bakteri Vibrio sp diambil dari organ hepatopankreas, insang, hemolymph dan
luka pada karapas kepiting. Berdasarkan percobaan
yang dikemukakan dalam “Journal of Aquaculture Management and Technology of
Identification Vibriosis Agent in Fattening Mud Crabs Farming From Pemalang”
penyuntikan dilakukan pada ruas kaki ke lima dengan kepadatan bakteri 108
CFU/mL kemudian identifikasi dilakukan dengan kriteria uji biokimia dan
morfologi bakteri untuk dilakukan uji postulat koch. Kultivasi yang dilakukan
menggunakan media TCBS Agar, setelah diinkubasi, dan bakteri tumbuh dalam
media, dilakukanlah pemurnian dan masih menggunakan media TCBS Agar mengambil
isolate koloni tunggal dari hasil kultivasi, pemurnian dilakukan dengan
reisolasi isolat 3-5 kali smapai dihasilkan yang ditandai dengan warna yang
seragam. Kemudian dilakukan uji postulat Koch. Bakteri dikultur di media
Natrium Agar ( NA ) kemudian menggunakan media cair zobell dengan cara mengambil
bakteri menggunakan jarum ose yang sudah dipanaskan (Sterilisasi ) kemudian
dimasukkan ke dalam media cair zobell tersebut dan diinkubasi selama
2x24 jam, pemanenan dilakukan dengan centrifuge media cair zobell selama
5 menit, kemudian pellet bakteri diambil sementara supernatant
dibuang. Dilakukan uji postulat Koch pada kepiting bakau yang sehat dan sudah
diaklimatisasi selama 7 hari. Penyuntikan dilakukan pada kaki ke lima kepiting.
Kemudian dihasilkan pada Kepiting bakau (S. serrata) sampel yang berasal dari
Pemalang memiliki gejala klinis terdapat luka pada karapas dan capit, terdapat
bercak kemerahan pada karapas, insang kepiting berwarna kehitaman dan terdapat
ektoparasit jenis Octolasmis sp. pada insang dan pergerakan kepiting
tidak agresif. Dari lima kepiting yang dijadikan sampel uji postulat Koch
didapatkan berbagai jenis bakteri Vibrio sp. Dari keseluruhan bakteri
yang sudah diinfeksikan dan diketahui tersebut menyebabkan kematian 100% pada
kepiting bakau, walaupun durasi kematian kepiting satu dengan kepiting yang
lainnya adalah berbeda. Gejala analisis ketika kepiting akan mati, ia akan
lebih sering naik ke permukaan dan
insangnya akan membuka dan melebar lebih besar dan cepat. Perbedaan
waktu kematian kepiting bakau dipengaruhi oleh tingkat patogenisitas bakteri
yang berbeda. Menurut Sarjito (2010) patogenisitas bakteri terhadap inang
berbeda, beberapa hal yang mempengaruhi adalah faktor pertahanan inang dalam
melawan patogen, maupun faktor patogenisitas bakteri yang berkaitan dengan
kemampuan memproduksi toksin, enzim, plasmid, dan mengatasi ketahanan inang,
serta kecepatan berkembang biak. Austin dan Austin (2007) mengemukakan bahwa
faktor yang biasanya menyebabkan wabah penyakit vibriosis berhubungan dengan
perubahan lingkungan dan stres. Salah satu spesies bakteri vibrio yang sering
menyerang ikan dan invertebrata adalah Vibrio fischeri.
Kontrol
yang digunakan dalam percobaan ini adalah PBS (Phosphat Buffer Saline), PBS
merupakan larutan buffer phospat, larutan penyangga yang terdiri dari asam
lemah dan garamnya yang dapat mempertahankan pH, buffer phospat ini dapat
menghambat aktivitas metabolic enzim karboksilase, fumarase, dan
phosphoglucomutase. Terbukti bahwa pada sampel kepiting yang disuntik dengan
kontrol PBS menunjukkan kematian pada kepiting adalah 0%.
Dalam keadaan alamiah, bakteri ini hanya patogen terhadap manusia,
tetapi secara eksperimen dapat juga menginfeksi hewan. Tidak hanya kepiting,
namun Vibrio sp juga dapat menginfeksi ikan dan udang.
Vibrio sp tidak
bersifat invasif, yaitu tidak pernah masuk kedalam sirkulasi darah tetapi
menetap di usus sehingga dapat menyebabkan gastritis pada manusia. Masa
inkubasi bakteri ini antara 6 jam sampai 5 hari. Vibrio sp menghasilkan
enterotoksin yang tidak tahan asam dan panas, musinase, dan eksotoksin. Toksin
diserap dipermukaan gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan
klorida sehingga menghambat absorpsi natrium. Akibat kehilangan banyak cairan
dan elektrolit, terjadilah kram perut, mual, muntah, dehidrasi, dan shock
(turunnya laju aliran darah secara tiba-tiba). Kematian dapat terjadi apabila
korban kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar.
Penyakit ini disebabkan karena korban mengkonsumsi bakteri hidup,
yang kemudian melekat pada usus halus dan menghasilkan toksin. Produksi toksin
oleh bakteri yang melekat ini menyebabkan diare berair yang merupakan gejala
penyakit ini. Proses ini dapat dibuktikan dengan pemberian viseral antibodi.
Bila terjadi dehidrasi, maka diberikanlah cairan elektrolit. Immunitas pasif
dapat dilakukan dengan memberikan viseral antibodi dan viseral antitoksin yang
dapat mengurangi cairan tanpa mematikan kuman.. kemudian terdapat juga bakteri Vibrio
yang dapat dapat menghasilkan soluble hemolysin yang dapat melisiskan sel darah
merah. Struktur antigen bakteri Vibrio baik yang patogen maupun nonpatogen
memiliki antigen-H tunggal yang sejenis dan tidak tahan panas. Antigen-H ini
sangat heterogen dan juga banyak terjadi overlapping dengan bakteri lain. Oleh karena
itu, untuk mengonsumsi makanan-makanan laut atau seafood hendaknya dimasak
sampai benar-benar matang, dimasak lama atau dengan suhu tinggi. Semoga artikel
ini bermanfaat J
Referensi
:
Anonim. Vibrio sp
Asli Indonesia Sebagai Penyebab Penyakit Udang. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No.
2, Hal. 85-99, Desember 2011 ©Ikatan
Sarjana Oseanologi Indonesia dan
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,.
Pekan Baru.
Austin
B. and D.A. Austin. 2007. Bacterial Fish Pathogens. Disease in Farmed and
Wild Fish. Fourth edition.
Ellis Horword limited. Chichester: England. 383 p.
Baron,
E. J., L. R. Peterson, and S. M. Finegold. 1994. Vibrio and related species,
Aeromonas, Plesiomonas, Campylobacter,
Helicobacter, and others, p. 429-444.
Bailey & Scott’s diagnostic
microbiology, 9th ed. Mosby-Year Book, Inc. St.
Louis, MO.
Buller,
N.B .2004. Bacteria from Fish and Other Aquatic Animals: A Practical
Identification Manual.
CABI Publishing. South Perth, Western Australia.
Candrawati,
N. 2011. Deteksi Bakteri Vibrio cholera Pada Kepiting Bakau (Scylla
serrata) Dari Tambak Di Kabupaten Sidoarjo.
Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Airlangga. Surabaya.
Feliatra.
1999. Identifikasi Bakteri Patogen (Vibrio sp.) di Perairan Nongsa Batam
Propinsi Riau.
J. Natur Indonesia 1I (1): 28 – 33
Ferdian
Bagus Feriandika, Sarjito, Slamet Budi Prayitno . Identification Vibriosis
Agent in Fattening Mud Crabs Farming From
Pemalang. Journal of Aquaculture
Management and Technology Volume 3, Nomor
2, Tahun 2014, Halaman 126-
134. Semarang.
Levinson W. 2008. Review of Medical Microbiology
& Immunology, Tenth Edition.
New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Murray,
P. R., E. J. Baron, M. A. Pfaller, F. C. Tenover, and R. H. Yolken (eds.).
1995. Manual of clinical microbiology,
6th ed. American Society for Microbiology.
Washington, D.C.
Najiah,
M., M. Nadirah., I. Sakri., and F. S. Harrison. 2010. Bacteria Associated
with
Wild Mud Crab (Scylla serrata) from Setiu
Wetland, Malaysia with Emphasis on
Antibiotic Resistances.
Journal of Biological Sciences. Pakistan.
Nanin
Dwi Rinawati. Jurnal Daya Antibakteri Tumbuhan Majapahit terhadap bakteri
Vibrio algynoliticus.
Surabaya.
Robi,
Amizar. Artikel Karakteristik Molekuler dari Vibrio parahaemolyticus dan
Vibrio cholera yang diisolasi dari seafood.
Sarjito,
2011. Penggunaan Repetitive Sequence-Based Polychain Reaction (REP-
PCR) Untuk Pengelompokan Bakteri Vibrio yang
Berasosiasi dengan Ikan Kerapu
Sakit dari Perairan Karimunjawa.
J. Ilmu Kelautan, Vol. 16 (2) 103-110.
Ibid,
2010. Aplikasi Biomolekuler Untuk Deteksi Agensia Penyebab Vibriosis Pada
Ikan Kerapu dan Potensi Bakteri Sponge
Sebagai Anti Vibriosis. [Disertasi].
Program Pasca Sarjana, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Ibid,
O.K. Radjasa, A. Sabdono, S.B. Prayitno and S. Hutabarat. 2009. Phylogenetic
Diversity of the Causative Agents of
Vibriosis Associated with Groupers Fish from
Karimunjawa Islands, Indonesia.
Current Research in Bacteriology, 2 (1): 14-21.
Shanmuga,
P.U. 2008. Phenotypic and Genotypic Characterization of Vibrio harveyi
Isolates from Mud Crab, Scylla
tranquebarica. M. Phil. Dissertation, Dhanalakshmi
Srinivasan College of Arts and Science
for Women, Perambalur, (Bharathidasan
University), Tamilnadu, 120 pp
[1] Feliatra. 1999. Identifikasi
Bakteri Patogen (Vibrio sp) Di Perairan Nongsa Batam Provinsi Riau. Jurnal
Natur Indonesia 1I (1).
[2] Ferdian Bagus Feriandika,
Sarjito, Slamet Budi Prayitno. Identification Vibriosis Agent in Fattening
Mud Crabs Farming From Pemalang. Journal of Aquaculture Management and
Technology Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 126-134.
[3] Levinson W. 2008. Review of Medical Microbiology
& Immunology, Tenth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc
[4] TCBS Agar (7210)